Jujur aku cukup kaget dengan pencapaian Sinlui pada DBL tahun ini, yaitu final putra-putri North Region, bahkan tim putra jadi juara. Prestasi yang membanggakan ya, tapi tiap kali membicarakan Sinlui, aku masih belum bisa melupakan apa saja kejadian-kejadian yang tidak enak di sana. Oke, yang akan aku bicarakan kali ini adalah Sinlui, tim yang telah “membuang” diriku dengan kejam! Hahaha.. Tujuan utama post kali ini adalah supaya aku lega bisa cerita tentang Sinlui. Ya Tuhan, sudah kejadian 3 tahun yang lalu, tapi benar-benar masih kuingat jelas sampai sekarang. Kalau bisa memutar waktu, aku mau mengulang saat-saat basket di sana L
Masuk pertama kali di Sinlui, aku datang dengan cukup pede bersama dengan Lie Hwa yang juga masuk Sinlui. Kami berbekal pemain STAG, pernah ikut berbagai kompetisi lokal, dan mencapai Fantastic Four DBL SMP 2005. Kami bertekad masuk basket lagi, masuk tim Sinlui, dan bisa ikut DBL SMA (kalau bisa, sekalian jadi juara DBL, Sinlui cewek jadi juara DBL 2005, tepat setahun sebelum kami masuk Sinlui).
Murid Sinlui satu angkatan ada sekitar 500an, dan ekskul basket (katanya) adalah ekskul yang paling diminati. Hari pertama ekskul yang datang sekitar 100 orang, dengan jumlah cewek kira-kira 30-40 orang. Aku lumayan kaget, tidak menyangka akan sebegini banyak orang yang ikut ekskul ini. Ekskul basket saat itu dilatih oleh seorang koko yang aku lupa namanya. Yang jelas, koko ini cukup terkenal sebagai pelatih basket. Sayangnya untuk ikut ekskul basket saja, aku datang maksimal sebulan 1x. Aku tidak mencari-cari alasan untuk tidak datang. Jujur, Sinlui membuatku repot akan tugas, ujian, les. Parahnya lagi ekskul basket diadakan mulai 17.00-18.30, padahal sekolah selesai pukul 14.00. Mau pulang, nanggung karena aku naik antarjemput dan seringkali tidak ada yang bisa mengantar aku ke Sinlui lagi. Mau nunggu 3 jam ya oke saja tapi lama kelamaan mati bosan!
Saat aku masih kelas 1, benar-benar jarang ada kesempatan untuk masuk tim. Ini 100% salahku karena aku sendiri jarang datang latihan. Satu kesempatan emas pernah datang saat akan dilakukan seleksi tim DBL. [Sebenarnya aku sendiri heran; pikirku, bukannya memang Sinlui sudah punya tim tetap untuk setiap kompetisi? Maksudku, tim tetap adalah tim yang tidak mungkin berganti-ganti komposisi pemainnya selama 1 tahun ajaran.] Guru olahragaku, Bu Sundari, mencalonkan aku untuk ikut seleksi tim DBL. Malam harinya aku ikut seleksi, dan kaget setengah mati karena Lovina juga ikut seleksi itu! Lovina itu adik kelasku kelahiran 92, satu tim denganku di STAG, salah satu teman baikku saat itu, tapi dia tidak cerita sedikitpun kalau dia akan datang seleksi. Ceritanya si Lovina ini masih SMP kelas 3, tahun depan dapat beasiswa basket masuk Sinlui. Seleksi berjalan dan bisa ditebak aku tidak terpilih. Koko pelatih itu mengambil 2 orang anak kelas 1, sedangkan sisa timnya anak kelas 2 dan 3. Ketika tidak terpilih, aku merasa wajar-wajar saja karena memang kemampuanku sudah jauh di bawah yang lainnya. Yang menyakitkan saat itu adalah perubahan sikap Lovina padaku. Sejak saat itu (sampai sekarang), hubunganku dengannya tidak pernah sebaik dulu L.
Basket adalah hal yang berharga bagiku, tapi teman jauh lebih penting daripada basket. Hanya waktu yang akan membuktikan seberapa kuat pertalian antar teman (bukan persahabatan). Sejak itu aku tidak pernah memberikan kepercayaan penuh lagi kepada seorang teman.
No comments:
Post a Comment