Kelas 2 SMA adalah kesempatan terakhirku untuk ikut DBL. Langkah awal adalah dengan lebih rajin latihan, di mana aku harus mulai 0 lagi. Latihan fisik dan latihan dasar. Sinlui ganti pelatih karena hasil DBL sebelumnya tidak bagus. Ce Lena sekarang yang melatih Sinlui, keras! Aku jadi makin bersemangat karena dilatih oleh orang yang hebat.
Sebenarnya pintu DBL terbuka lebar untukku. Aku rajin latihan, aku mengurangi jatah belajarku demi basket, bahkan pernah beberapa kali mengorbankan tidak belajar ujian demi latihan! Pernah suatu kali nilaiku dapat 50an untuk Bahasa Indonesia, dan mamaku sudah bilang untuk stop basket. Tapi aku tetap ngotot dan akhirnya bisa mempertahankan nilai akademis. Usahaku dalam latihan juga tidak sia-sia, aku terpilih masuk tim. Aku dapat kostum nomer 6, padahal maunya sih nomer 4, sama seperti saat SMP.
Pertandingan awal adalah melawan SMK Sinlui di Jalan Tidar (kalau tidak salah, dalam rangka ultah Sinlui). Bahkan pada pertandingan “debut” itu aku menjadi starter! Pertandingan pertama itu mampu menang dengan skor besar, senang sekali rasanya. Mungkin aku adalah jenis manusia yang mudah puas. Setelah menjadi starter, aku mulai “bandel” dengan jarang datang latihan lagi. Aku masih tetap latihan, tapi tidak sesering dulu. Latihan tim diadakan malam hari jam 7, kadang bisa selesai jam 9 bahkan lebih. Kalau sudah begitu, pulang rumah aku tidak bisa belajar lagi. Aku diombang-ambing antara basket dan sekolah. Akibatnya aku tidak lagi dipasang starter, hanya jadi cadangan. Parahnya lagi, aku jadi dicuekin sama teman-teman setim.
Beberapa kompetisi selanjutnya dijalani Sinlui dengan lumayan baik. Ada yang sampai semifinal, ada yang runner-up, tapi tidak pernah ada yang juara. Berbagai cara dilakukan ce Lena, seperti pertandingan persahabatan dengan Stikom dan universitas lainnya. Pernah juga latihan fisik dengan lari pagi di daerah KONI Kertajaya. Tetap saja Sinlui tidak bisa mendapat juara, paling bagus adalah runner-up. Bersamaan dengan itu, hubunganku dengan teman-teman setim juga tidak membaik.
Puncaknya “kebetean” teman-teman setim padaku muncul pada sekitar Maret atau April 2008. Saat itu SBO-TV ingin menayangkan Sinlui dalam acaranya. Jadilah kami siap-siap shooting saat jam pelajaran berlangsung. Saat shooting itu juga aku baru diberitahu kalau nanti sore ada tanding lawan Sanmar di Ciputra (Ciputra Cup). Jahatnya aku baru diberitahu jadwal tanding pada H-5jam.. Sepertinya teman-teman setim tidak ingin aku ikut tanding. Oke, aku membatalkan jadwal lesku hari itu, lalu aku harus memastikan transport juga. Jadilah aku pulang ke rumah dan berangkat lagi ke rumah Lovina untuk barengan ke Sinlui dan Ciputra. Sampai di Ciputra seperti biasa kita pemanasan, dan aku kaget ternyata ada Dian Sliding-Tackle di tim Sanmar. Pertandingan dimulai, aku duduk di cadangan. Pertandingan itu menegangkan karena Sinlui tertinggal dari Sanmar terus-terusan. Sampai akhirnya kuarter 4 dimulai, aku mulai bermain di lapangan. Saat 1 menit terakhir, Sinlui ketinggalan 2 angka saja. Seorang pemain Sinlui mendapat kesempatan bagus untuk menyamakan kedudukan, tapi sayang sekali gagal. Sanmar rebound bola dan langsung fast-break. Aku adalah satu-satunya pemain Sinlui yang ada di agak belakang. Dan aku dengan bodohnya berhasil ditipu pemain Sanmar, dilewati dengan mudah lalu Sanmar mencetak 2 angka. Kemudian tettttttt, time’s up, waktu pertandingan habis.
Karena kesalahanku, Sinlui kalah dari Sanmar pada babak pertama Ciputra Cup. Ini benar-benar penurunan yang luar biasa dibanding cup sebelumnya. Aku bisa merasakan kemarahan satu tim padaku. Perjalanan pulang di mobil Lovina sangat sepi. Tidak ada satupun yang berbicara. Jujur aku malah ketakutan karena Lovina nyetir dengan kecepatan tinggi, stres kalah! Aku pun diturunkan di rumah Lovina dan harus pulang ke rumahku sendiri naik taxi. Padahal rumahku tidak jauh dari rumahnya. Mungkin dia sudah terlalu jengkel karena kekalahan hari itu.
Imbas dari kekalahan tidak berhenti sampai di situ. Ciputra Cup adalah kompetisi terakhir yang bisa diikuti sebagai pemanasan menuju DBL, malah Sinlui kalah di babak pertama. Ce Lena mulai merasa perlu merombak tim untuk DBL. Seleksi tim diadakan lagi, dan aku mulai takut posisiku terancam. Benar dugaanku, 5 orang dari tim lama harus keluar dan digantikan oleh orang-orang baru. Aku hanya di-SMS: “Eh sis, besok bawa kostum basket’e, kembali’no ke aku.” huhuhu, aku tidak habis pikir dengan keputusan ce Lena. Masa enak sih membangun tim baru dalam waktu 1 bulan saja. Tidak gampang lo mengenal orang baru, berusaha adaptasi lagi. Apa gunanya selama hampir 1 tahun menjadi tim, lalu dikeluarkan demi kompetisi DBL. Kalau seperti itu, lebih baik dari awal saja tidak usah ikut tim. Aku jadi orang yang gampang uring-uringan setelah itu.
Saran untuk Sinlui : cari pemain tetap. Kalau ga mau terima, tolak saja dari awal. Daripada harus dibuang saat mendekati akhir perjalanan, itu akan lebih menyakitkan!