Friday, February 6, 2009

Basket #6 - Kapten

Dalam sebuah tim, diperlukan 5 pemain yang tangguh dan mampu bekerja sama dalam tim. Diperlukan pula peranan pemain cadangan yang selalu siap sedia menggantikan pemain utama bila terjadi sesuatu. Dari sebuah tim, hendaknya ada seorang kapten tim. Apa itu kapten dan apa pula peranannya?

Banyak pemikiran yang mengatakan bahwa kapten tim itu haruslah seseorang yang paling hebat dalam permainan basket, harus punya skill yang paling baik di antara kawan-kawannya. Namun, sebenarnya bukan itulah kapten tim.

Kapten tidaklah harus menjadi orang yang paling "hebat", tetapi haruslah orang yang paling "kuat".

Kapten ialah orang yang mampu mengendalikan timnya, mampu memahami seluruh teman-teman satu tim. Dialah yang pertama kali memahami karakter lawan, dan mampu memberikan ketenangan bagi sebuah tim.

Jabatan kapten ini sangatlah penting. Sebuah tim harus memiliki kapten. Bila tidak ada kapten, ibarat sebuah kapal yang berjalan tanpa nahkoda. Tak tentu arah dan kapal akan berjalan sendiri menurut arus. Apakah hal ini baik? Tentu tidak..

Jabatan kapten terkadang sangatlah dibangga-banggakan oleh pemiliknya seakan-akan ia sudah “menang”. Padahal dengan adanya jabatan itu, beban psikologis pastinya akan bertambah. Saat timnya menang, kaptenlah yang pertama kali dielu-elukan dan yang pertama kali menyentuh piala kemenangan. Sebaliknya bila timnya kalah, kaptenlah orang pertama yang mendapatkan sindiran.

Ada satu sikap yang amat kuingat sampai sekarang, mengenai pengalamanku saat menjadi kapten. Saat pertandingan melawan SMPN 1 Blitar, saat itu adalah babak Fantastic Four di ajang DBL 2005. Tim benar-benar dalam kondisi kalah mental sebelum bertanding. Aku sudah pesimis sebelum bertanding, padahal seharusnya aku memberikan semangat saat tim sedang down! Kita belum siap sepenuhnya bertanding melawan tim yang diagung-agungkan di koran Jawa Pos saat itu. Rasanya kita sudah yakin pasti kalah, walaupun pertandingan belum berjalan sedetik pun. Sudah bisa ditebak, dengan mental buruk seperti itu, tim benar-benar kalah telak 9-80. Yang membuatku lebih malu lagi adalah aku sempat marah pada seorang kawan timku yang mencoba berkenalan dengan lawan ketika pertandingan telah usai. Rasanya dia benar-benar mengkhianati tim, tetapi sebenarnya pikiranku inilah yang menyadarkan aku bahwa aku sangatlah egois. Aku baru menyadarinya beberapa hari setelah itu. Aku marah pada diriku sendiri!! Benar-benar memalukan..